Sebuah artikel berjudul “Penggemar dari karya aslinya marah dengan adaptasi film yang seringkali mengecewakan” yang diterbitkan di sebuah portal Jepang, Tokyo Keizai. Statement artikel tersebut sebenarnya telah dijawab oleh Keisuke Matsuoka melalui kutipan dibuku miliknya tentang bagaimana industri film di Jepang bekerja terutama terhadap film adaptasi, terutama live action.
Keisuke Matsuoka, seorang penulis terkenal dengan karyanya All Round Appraiser Q, Koukou Jihen (The High School Incident) dan Clairovoyance, kembali menerbitkan buku baru berjudul Shosetsuka ni Narete Billionkan wo Eikyuu (Menjadi Novelis dan Menangkan 100 Juta). Dalam buku baru tersebut, Matsuoka menjelaskan mengenai metode yang kurang dikenal namun digunakan oleh “penulis jutawan” dan mengungkapkan sejumlah kebenaran tersembunyi tentang industri sastra. Selain memaparkan bagaimana dunia sastra sebenarnya, buku ini juga memaparkan alasan dibalik adaptasi film yang mengecewakan.
Dalam tahap pembuatan adaptasi film, terdapat kontrak yang harus ditandatangani terlebih dahulu oleh penulis asli cerita. Dalam pasal-pasal yang tertulis, pihak produksi akan memberitahukan mengenai alur yang digunakan dalam film, namun tidak semua pendapat dari penulis asli cerita akan diterima.
Analoginya dapat digambarkan seperti seorang penulis yang memiliki sebuah tanah (cerita asli) lalu sebuah vendor (pihak produksi) datang untuk mengajak kerjasama dalam membangun sebuah minimarket di atas tanah tersebut. Seperti apa desain dan konsep minimarket tersebut kembali kepada vendor itu sendiri. Pemilik tanah mungkin menerima konsep yang akan digunakan dan memberikan pendapatnya, namun itu semua balik lagi kepada vendor. Ketika bangunan telah selesai dan ternyata menjadi sebuah hotel dengan mini market di lantai bawah, pemilik tanah tidak dapat melakukan apapun. Apakah hotel dan minimarket tersebut balik menghasilkan uang atau tidak, itu semua bergantung atas apa yang dilakukan vendor.
“(Kelalaian) Pra-produksi (tahap persiapan sebelum produksi formal) berkembang secara berbeda tergantung pada pekerjaannya, tetapi sering kali mengganggu novelis yang terbiasa dengan industri penerbitan. Saya mengomentari tentang draft yang mereka kirimkan dan berpikir “Saya harus menunjukkan detailnya nanti” ketika draf naskah sudah siap. Dalam kasus serial televisi khususnya live-action, hanya ada satu kesempatan untuk memberikan saran terhadap naskah, dan jika Anda tidak mempersiapkannya dengan baik maka mungkin saja naskah akan ditolak karena tidak dapat ditinjau tepat waktu. Dalam banyak kasus, draf yang sudah jadi sengaja tidak diperlihatkan kepada penulis asli karena bagaimanapun sudah tidak dapat direvisi lagi.“
“Tidak semua saran diterima. Jika Anda berkata, “Begitulah seharusnya dalam versi film,” mereka mungkin menolak untuk mengubahnya, dengan mengatakan, “Tidak, itu ditulis seperti dalam aslinya”. Meskipun itu adalah pendapat penulis, “ide film” -nya tidak terlalu penting. Jika Anda memiliki poin yang tidak dapat dinegosiasikan dalam proyek ini, pastikan itu termasuk dalam kontrak sejak awal”
“Penggemar karya aslinya sering berkata: ‘Jika Anda akan membuat begitu banyak koreksi, lakukanlah dalam aslinya’. Produser mencoba menggunakan novel-novel terlaris tanpa bermaksud mengikuti cerita aslinya, karena cerita aslinya memudahkan mereka untuk mengusulkan dan menyetujui proyek tersebut. Ini juga berguna untuk menjangkau aktor dan sutradara terkenal, dan untuk mengumpulkan uang dalam jumlah besar untuk produksi.
“Tidak ada gunanya menyalahkan industri atas situasi ini. Bahkan, ada produser yang teliti dan mendekati kami karena memang ingin membuat film yang sesuai dengan karya aslinya. “Film dan drama TV Jepang terlalu mengecewakan” adalah prasangka umum. Penulis asli cerita harus memiliki persepsi yang benar tentang industri film. Lagi pula, apakah Anda pikir Anda akan berhasil jika Anda mencegah karya Anda mencapai layar?”
Baca juga: Made In Abyss Akan Diadaptasi ke Film Live Action Hollywood